HARUSKAH EVOLUSI BERTENTANGAN DENGAN AGAMA ?

by - 1:22 AM

HARUSKAH EVOLUSI BERTENTANGAN DENGAN AGAMA ?
Oleh: Ario Miftahul Hikmah (13620025)
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri 
Maulana Malik Ibrahim Malang

Agama merupakan suatu kebutahan hakiki yang tentunya dimiliki dan dibutuhkan oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupannya. Secara etimologis agama berasal dari bahasa Sansekerta yakni “A” yang berarti tidak dan “Gama” yang berarti sembaranagan. Agama berarti tidak sembarangan, maksudnya orang yang memiliki agama dalam menjalankan hidupnya tidak akan sembarangan dalam mengambil tindakan. Lantas bagaimana dengan ateis/orang yang tidak percaya dengan tuhan? Ateis termasuk didalamnya, karena agama bisa saja tidak mengakui tuhan, atau dalam proses mencari Tuhan!.
Definisi evolusi biologi bermacam-macam tergantung dari aspek biologi yang dikaji. Beberapa definisi yang umum dijumpai di buku-buku biologi, antara lain: evolusi pada makhluk hidup adalah perubahan-perubahan yang dialami makhluk hidup secara perlahan-lahan dalam kurun waktu yang lama dan diturunkan, sehingga lama kelamaan dapat terbentuk spesies baru: evolusi adalah perubahan frekuensi gen pada populasi dari masa ke masa; dan evolusi adalah perubahan karakter adaptif pada populasi dari masa ke masa.
Perdebatan antara ilmu pengetahuan dan agama bukan hal yang baru. Sejak manusia mengenal agama dan di sisi lain kecerdasan manusia berkembang, manusia menggunakan daya nalarnya untuk menangkap dan memahami fenomena alam. Ilmu pengetahuan lahir sebagai konsekuensi kecerdasan manusia. Dengan ilmu pengetahuan manusia berusaha menjelaskan kehidupan yang pada beberapa hal jika dijelaskan dari sudut pandang agama sering sukar difahami secara langsung. Sering kita terlalu dini menilai suatu teori illmiah bertentangan dengan  agama. Sementara perkembangan ilmu telah banyak mengungkap kesesuaian antar isi kitab suci dengan fenomena yang ada di alam. Sungguh kurang adil dan kadang tidak pada tempatnya jika selalu mengadu kebenaran ilmu pengetahuan dengan agama. Keduanya mempunyai dasar yang berbeda.
Mempertanyakan mana yang lebih benar dan ilmiah apakah ilmu pengetahuan ataukah agama akan sangat membuang waktu dan energi. Keduanya memiliki dasar dan metode pamahaman yang berbeda. Yang perlu disadari seberapapun besar usaha yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan untuk mengungkap alam semesta, masih sangat kecil dibanding dengan apa yang ada dan sesungguhnya terjadi di alam ini, yang masih menjadi rahasia  milik Tuhan.
Di sisi lain seolah-olah sering terjadi ketidaksesuaian penjelasan tentang sebuah fenomena yang sama dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan agama. Ketidaksesuaian yang kadang berujung pada penolakan terhadap sebuah teori atau penemuan ilmiah. Contohnya dulu teori tentang bumi bulat mendapat tentangan keras dari sejumlah golongan yang meyakini bahwa bumi datar karena Tuhan “menghamparkan” bumi. Kini semua sepakat bahwa maksud “menghamparkan” tidaklah berarti bumi datar karena pada kenyataannya ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa bumi memang bulat. Lantas bagaimana? Apakah Evolusi bertentangan dengan Agama?
Evolusi
Evolusi merupakan salah satu teori maupun cabang dalam khasanah ilmu pengetahuan. Teori tersebut menyatakan terjadinya sebuah perubahan pada makhluk hidup atau spesies secara gradual (perlahan-lahan). Perubahan yang dihasilkan m embutuhkan waktu yang cukup lama dalam menghasilkan spesies atau makhluk hidup yang baru. Teori evolusi menjadi sebuah teori yang tenar ketika dipopulerkan oleh seorang ilmuan Inggris Chalres Darwin (1809-1882). Teori evolusi Darwin dihasilkan dari sebuah ekspedisi yang Darwin lakukan pada saat pelayaran menjelajahi daratan maupun lautan Amerika Selatan (Sutrisno, 2015)
Ada dua gagasan utama Darwin dalam bukunya On the Origin of Species. Pertama adalah spesies-spesies yang ada sekarang ini merupakan keturunan dari spesies moyangnya. Dalam edisi pertama bukunya, Darwin tidak menggunakan kata evolusi. Dia menyebutnya modifikasi keturunan (descent with modifcatioii). Gagasan utama yang kedua adalah seleksi alam sebagai mekanisme modifikasi keturunan (Darwin, 1859 dalam Luthfi dan Khusnuryani, 2005).
Ketika seorang ahli biologi mengatakan "teori evolusi Darwin" maksudnya adalah seleksi alam sebagai penyebab evolusi, bukan fenomena evolusi itu sendiri. Ide dasar seleksi alam adalah bahwa suatu populasi dapat berubah dari generasi ke generasi bila individu yang punya ciri genetis tertentu menghasilkan lebih banyak keturunan daripada individu lain. Seleksi
alam menghasilkan evolusi adaptif, yaitu suatu peningkatan frekuensi populasi pada suatu ciri yang cocok dengan lingkungan tertentu. Dalam istilah modern dikatakan bahwa komposisi genetik populasi berubah dari waktu ke waktu, dan ini adalah salah satu definisi evolusi. Namun demikian, pada skala yang lebih luas, kita dapat mengartikan istilahevolusi dengan keseluruhan sejarah biologi, dari mikroba yang paling awal sampai keanekaragaman yang luar biasa pada organisme modern (Luthfi dan Khusnuryani, 2005).
Namun seiring dengan perjalanan waktu teori evolusi mengalami penyempurnaan atau modifikasi hingga sampai saat ini. Seperti halnya teori evolusi Darwin menjadi teori evolusi sintesis modern. Teori tersebut hingga sampai saat ini menjadi populer dikalangan masyarakat umum. Didalam gagasan teori evolusinya yang Darwin jelaskan dalam bukunya The On the Origin of Species terdapat dua pokok gagasan yang Darwin jelaskan dalam bukunya tersebut. Pertama adalah spesies-spesies yang ada sekarang ini merupakan keturunan dari spesies moyangnya. Diedisi pertama bukunya, Darwin tidak menggunakan kata evolusi. Darwin menyebutnya modifikasi keturunan (descent with modifcation). Gagasan utama yang kedua adalah seleksi alam sebagai mekanisme modifikasi keturunan (Luthfi dan Khusnuryani, 2005).
Dari awal kemunculan teori evolusi Darwin telah memunculkan polemik dari berbagai kalangan naturalis (ilmuan), akademisi maupun agamawan. Ketidaksepakatan terhadap konsep evolusi Darwin diawali oleh Uskup Samuel Wilberforce pada saat pertemuan British AssocDarwintion for the Advancement of Scince (sekarang dikenal sebagai BA), diadakan di Oxford University Museum pada 1860 (The Natural History Museum,2008 dalam Sutrisno, 2015).
Sebagai kalangan agamawan mengaggap kreasionisme sesuai dengan ajaran agama. Karena hal tersebut sudah tersirat atau dinashkan dalam kitab suci agama samawi. Seperti halnya Harun Yahya yang merupakan pioner kreasionisme islam yang tampil didepan dalam mengkampayekan kreasionisme dari presfektif islam. Harun Yahya dan penganut kereasionisme islam mencoba menukil dalil Al-Quraan sebagai sebuah pijakan untuk menolak teori evolusi. Seperti surat At Tin 4 dan Al-Baqarah 30.
Asal Mula Kehidupan
Evolusi didefinisikan sebagai perubahan secara berkala (changes overtime). Jadi menurut teori evolusi, alam semesta beserta isinya terbentuk dari bahan yang sangat primitif melalui rangkaian perubahan yang terjadi secara perlahan selama jutaan tahun. Umumnya, evolusi alam semesta tidak menjadi masalah dengan ajaran Islam karena teori mengenai proses pembentukan alam semesta (Teori Big Bang) sesuai dengan proses penciptaan alam yang diuraikan di dalam AlQur'an (51:47;21:30) (Sofyan, 2011).
Q.S. Adz-Dzaariyat (51:47)


47. Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya kami benar-benar berkuasa




30. Dan apakah orang-orang kafir yang tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Teori Asal Mula Manusia menurut Charles Darwin (Sofyan, 2001):
Pernyataan Darwin mendukung bahwa manusia modern berevolusi dari sejenis makhluk yang mirip kera. Selama proses evolusi tanpa bukti ini, yang diduga telah dimulai dari 5 atau 6 juta tahun yang lalu, dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk peralihan antara manusia moderen dan nenek moyangnya. Menurut skenario yang sungguh dibuat-buat ini, ditetapkanlah empat kelompok dasar sebagai berikut: 
1.      Australophithecines (berbagai bentuk yang termasuk dalam genus Australophitecus)
2.      Homo habilis
3.      Homo erectus
4.      Homo sapiens
Genus yang dianggap sebagai nenek moyang manusia yang mirip kera tersebut oleh evolusionis digolongkan sebagai Australopithecus, yang berarti "kera dari selatan." Australophitecus,yang tidak lain adalah jenis kera purba yang telah punah, ditemukan dalam berbagai bentuk. Beberapa dari mereka lebih besar dan kuat ("tegap"), sementara yang lain lebih kecil dan rapuh ("lemah").  Dengan menjabarkan hubungan dalam rantai tersebut sebagai "Australopithecus > Homo Habilis > Homo erectus > Homo sapiens," evolusionis secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap jenis ini adalah nenek moyang jenis selanjutnya.
Asal Mula Manusia berdasarkan Al-Qur'an (Nabi Adam a.s) (Sofyan, 2001):
Saat Allah Swt. merencanakan penciptaan manusia, ketika Allah mulai membuat “cerita” tentang asal-usul manusia, Malaikat Jibril seolah khawatir karena takut manusia akan berbuat kerusakan di muka bumi. Di dalam Al-Quran, kejadian itu diabadikan,
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzjuecMcIyJ6TeoGokUiqNLTeF1Q-Knb72-YoOuBf7E9xJWcK-e7VH73YKtlt75QKNBq2Nmnsl1ZrB3HdEFEDzIX5uVfKhCeCBUztbmDCHtIXgrh9W36KI3DezQRnt4E9pG6w6taxxxkKR/s1600/3.PNG

 ".. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya, Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. Al Hijr: 28-29). 
Adam adalah ciptaan Allah yang memiliki akal sehingga memiliki kecerdasan, bisa menerima ilmu pengetahuan dan bisa mengatur kehidupan sendiri. Inilah keunikan manusia yang Allah ciptakan untuk menjadi penguasa didunia, untuk menghuni dan memelihara bumi yang Allah ciptakan. Dari Adam inilah cikal bakal manusia diseluruh permukaan bumi. Melalui pernikahannya dengan Hawa, Adam melahirkan keturunan yang menyebar ke berbagai benua diseluruh penjuru bumi; menempati lembah, gunung, gurun pasir dan wilayah lainnya diseluruh penjuru bumi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Ioqn62G5M3gCoKdvD-LpOdcS24pDgM_gaB-TuWCG0ZolXwZBJ4S1KNyEXYq4k-X1I-Y6nlHAAPF-G3I2n_esfaBvz9o4nzHgPV1TPuhuAcMrcG_pMoTe9KiCl9bNBBZRFjnoX0y1dNTU/s1600/4.PNG
"Dan sesungguhnya Kami muliakan anak-anak Adam; Kami angkut mereka didaratan dan di lautan; Kami berikan mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyak makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS. al-Isra' [17]: 70)
Menurut para ahli mufassirin, salah satu diantaranya adalah Ibnu Jazir, dalam kitab tafsir Ibnu Katsir mengatakan: "yang dimaksud dengan mahluk sebelum Adam diciptakan adalah Al-Jan (golongan jin) yang suka berbuat kerusuhan. Namun ada juga yang mengatakan bahwa telah ada 3 ummat yang utama sebelum adam, dua diantaranya adalah bangsa jin, sedangkan yang ketiga dari golongan yang berbeda dengan jin, mereka ini mahkluk berdarah dan berdaging.
Dalam literatur arkeologi, berdasarkan fosil yang ditemukan, memang ada mahkluk lain yang nyaris seperti manusia,tetapi memiliki karakteristik yang sangat primitif dan tidak berbudaya.Volume otak mereka lebih kecil dari manusia, sehingga kemampuan mereka terbatas. Kelompok makhluk ini kemudian dinamakan Neanderthal oleh para arkeologi. Sebagai contoh Pithecantropus erectus volume otaknya 900cc dan Homo sapiens di atas 1000cc. Maka dari itu bisa diambil kesimpulan bahwa semenjak 20.000 tahun yang lalu telah ada sosok makhuk yang memiliki akal yang mendekati kemampuan berpikir manusia pada zaman sebelum kedatangan adam NAMUN bukan dari golongan manusia.
Pandangan Agama terhadap Evolusi
Teori ilmiah apa pun sesungguhnya tidak dapat meniadakan Tuhan (Weisz, 1982 dalamLuthfi dan Khusnuryani, 2005). Beberapa penafskan ateistik atas teori ilmiah merupakan bentuk dari "saintisme", yaitu keyakinan bahwa hanya sainslah satu-satunya cara untuk mengetahui. Saintisme memandang bahwa hanya alam (material) satu-satunya realitas yang ada, dan segala hal yang tidak dapat dijangkau sains adalah ilusi (Bube , 2001 dalam Luthfi dan Khusnuryani, 2005). Penafsiran demikian keliru karena melampaui hal-hal yang dapat dijelaskan sains (Harbour,2002 dalam Luthfi dan Khusnuryani, 2005).
Sebaliknya teori ilmiah tidak dapat begitu saja menghasilkan simpulan-simpulan keagamaan, karena kebenaran ilmiah adalah relatif dan bersandar pada asumsi-asumsi dasar serta bergantung pada teori yang ada. Agama (wahyu) merupakan petunjuk bagi umat manusia,
kebenarannya bersifat mudak. Keyakinan keagamaan dengan sendirinya tidak membutuhkan dukungan dari ataupun perlu mendukung teori ilmiah apa pun. Sejarah pertentangan gereja dengan dengan saintis seharusnya menjadi pelajaran berharga dalam melihat hubungan sains dan agama.
Seorang yang memilih berpaham ateis hanya akan berhenti pada kesadaran akan harmoni, keteraturan dan kesatuan alam. Mereka tidak dapat menyadari makna di baiik semua itu. Kejadian alam dianggap semata-mata masalah probabilistik yang ada dan mengada dengan
sendirinya, tanpa arah dan tujuan. Tidak mengherankan kalau seorang fisikawan ateis terkemuka, Steven Weinberg, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk dengan pikiran sadar yang hidup di alam yang penuh kesia-siaan dan kehampaan makna. Baginya sains merupakan pelipur lara di tengah alam maha luas yang tak bertujuan.
Bagi orang beriman semua hal tersebut mempunyai makna religius dan merupakan simbol dari adanya realitas tertinffi, yaitu AJlah, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat-ayat al-Qur'an. Dalam bahasa al-Qur'an alam dikatakan mengandung dalam dirinya jejak-jejak Tuhan. Fenomena alam disebut sebagai ayat (tanda-tanda) Tuhan (Bakar,1995 dalam Luthfi dan Khusnuryani, 2005).Al Qur'an adalah kitab hidayah yang memberikan keterangan kepada manusia tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan akidah, syariah dan akhlak untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Ada beberapa muslim yang mencoba membenarkan teori evolusi dengan ayat-ayat Al Quran seperri "Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkat kejadian" (QS Nuh : 13-14). Mereka menafsirkan fase-fase tersebut adalah sesuai dengan fase-fase yang diakui oleh penganut teori evolusi Darwin tentang proses kejadian manusia. Selain itu ayat " Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi " (QS Ar Ra'd : 17) digunakan sebagai penguat kebenaran teori "'struggle for life" yang menjadi salah satu landasan teori Darwin.
Selain itu QS Al An'am : 133 juga dianggap mendukung teori evolusi. Ada yang memahaminya bahwa suatu spesies berasal dari spesies lain atau suatu makhluk yang ada berasal dari makhluk sebelumnya. Berdasarkan tafsiran tersebut dapat saja disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara konsep Al Quran dengan konsep ilrnu pengetahuan tentang asal usul manusia. Akan tetapi selanjutnya timbul pertanyaan, apakah pendapat tersebut benar ataukah dibuat/ diarahkan agar ada kesesuaian? Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa ayat-ayat tersebut tidak dapat dipaksakan menjadi dasar pembenar teori Darwin, tetapi bukan berarri pula bahwa teori tersebut adalah salah menurut Al Quran. Penulis berpendapat bahwa Al-Qur'an tidak menjelaskan secara rinci apakah penciptaan makhluk hidup melalui proses evolusi atau penciptaan terpisah. Penolakan atau dukungan terhadap teori evolusi seharusnya didasarkan pada bukti-bukti empiris melalui metode ilrniah.
Di luar pertanyaan di atas, sebenarnya lima abad sebelum munculnya teori evolusi Darwin (1804—1872) telah ada seorang ilmuwan muslim yang menuliskan pendapatnya tentang evolusi. Ilmuwan muslim tersebut adalah 'Abdurrahman Ibn Khaldun (1332—1446) yang menulis dalam kitabnya Kjtab al-'Ibarft Daiivani al-Mubtada' u>a al- Khabari sebagai berikut, "Alam binatang meluas sehingga bermacammacam golongannya dan berakhir proses kejadiannya pada masa manusia yang mempunyai pikiran dan pandangan. Manusia meningkat dari alam kera yang hanya mempunyai kecakapan dan dapat mengetahui tetapi belum sampai pada tingkat memiliki dan berpikir" (Shihab, 2003). Yang dimaksud kera oleh 'Abdurrahman Ibn Khladun adalah sejenis makhluk yang oleh para penganut evolusionisme disebut Anthropoides. Ketika menemukan teori tersebut Ibn Khaldun dan ilmuwan-ilmuwan lainnya tidak merujuk pada ayat-ayat al-Qur'an, tetapi mereka mendasarkannya pada penyelidikan dan penelitian mereka.
Kesalahpahaman dalam Memahami Teori Darwin
Pada dasarnya teori evolusi darwin menjelaskan bahwa setiap organisme itu selalu berevolusi agar tetap bisa survive (bertahan hidup). Perubahan yang dimaksud disini merupakan perubahan tingkat gen yang akhirnya merubah keadaan individu tersebut akan tetapi tidak sampai berubah spesies. Manusia berasal dari Kera, ini merupakan penjelasan teori darwin yang salah. Darwin tidak prnah sekalipun menjelaskan bahwa Kera berubah menjadi Kera.
Teori evolusi Darwin tidak membahas bahwa manusia berevolusi dari kera, gorila atau simpanse. Jika membaca teliti buku The Origin of Species, tak akan ditemukan Darwin berkata asal-usul dirinya dan manusia lainnya adalah kera. Teori evolusi Darwin memang mencoba memikirkan bahwa manusia mungkin berasal dari nenek moyang yang mirip dengan kera. Kemudian beberapa ciri pada manusia ternyata juga dimiliki oleh kera dan kerabatnya. Apakah “mirip” dengan kera harus berarti kera?. Entah siapa yang pertama kali mengeluarkan pendapat ekstrim kalau Teori Evolusi Darwin menyebutkan manusia berasal dari kera. Buku lain mungkin demikian, tapi The Origin of Species milik Darwin tidak bercerita tentang itu. Karena sebaliknya teori evolusi justru “mengakui” masih kebingungan mencari hubungan antara manusia purba nenek moyang kita dengan kera, gorila atau monyet. Meski kita tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa ada sebagian ciri pada tubuh kita yang juga  dimiliki oleh kera atau gorila.
Dalam bukunya, Darwin juga secara tersirat mengakui kekurangan-kekurangan teori evolusinya. Jadi jelaslah sudah bahwa mereka yang menyebutkan Darwin dan teori evolusinya menyimpang karena mendefinisikan manusia berasal dari kera adalah sebuah “persepsi” yang terlalu dini atau bahkan cenderung emosional. Persepsi dan emosi yang awalnya wajar namun sering digiring kepada masalah keyakinan seseorang. Sayangnya, mereka yang memiliki kecerdasan tinggi tentang agama dan ilmu pengetahuan justru terlanjur terjebak pada kubu “pro” dan “kontra” dan melupakan tugas sesungguhnya yaitu “menarik kesimpulan”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman yang dangkal terhadap teori evolusi Darwin menyebabkan kita salah persepsi dalam memahami maksud yang ingin disampaikan oleh Darwin. Darwin menjelaskan bahwa makhluk hidup yang lebih kompleks (sesuai) dengan lingkungan akan dapat survive, hal ini sesuai dengan Al-Quran bahwa Allah menciptakan makhluk hidup dengan sempurna. Teori Darwin ini hanyalah satu diantara sekian banyak teori lain yang ingin mencoba mengungkap rahasia Tuhan, benar tidaknya?
Wallahu a’lam bisshowab


                                                                                                                                   



DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Bube, R.H. 2001. "Three Views of Creation and Evolution" in R.L. Herrmann (ed.), ExpandingHumanity's Vision of God, Philadelphia: Templeton Foundation Press
Bakar, O. 1995. Tauhid dan Sains, Esai-esai tentang Sejarah dan Pilsafat Sains Islam. Bandung: Pustaka Hidayah
Darwin, C. 1859. On the Origin of Species. London: Murray
Harbour, I.G. 2002. ]uru Ricara Ttthan antara Sains dan Agama. Bandung: Mizan
Luthfi1, M. J. dan A. Khusnuryani. 2005.  Agama dan Evolusi: Konflik Atau Kompromi?. Kaunia. Vol. 1, No. 1
Shihab, M.Q. 2003. Membumikan Al Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan
Sofyan, Agus. 2001. Evolusi dalam islam. http://flp-usacanada.org/index.php?option=com content&view=article&id+101:evolusi-dalam-islam&catid=49:tulisan-n0n-fiksi. Diakses pada hari Selasa 17 Mei 2016 pukul 21.00WIB
Sutrisno, Wahyudi. 2015. Teori Evolusi Darwin dalam Perspektif Islam. Naskah Publikasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta
The Natural History Museum. 2008. Timeline of Charles Darwin’s life. London
Weisz. P.B. and R.N. Keogh. 1982. The Science offtiology. Fifth Edition. New York: McGraw-Hill Book Company



You May Also Like

0 comments