PAKAN TERNAK RUMINANSIA
A. Pendahuluan
A.1. Tujuan
Tujuan dilakukannya
praktikum kuliah kerja lapang (KKL) ini adalah:
1.
Untuk memahami
lingkungan yang sesuai untuk ternak ruminansia.
2.
Untuk memahami
kebutuhan gizi ternak ruminansia dan cara pemenuhanya.
3.
Untuk memahami
macam pakan dan syrat-syarat pakan ruminansia yang baik.
4.
Untuk melakukan
fermentasi pakan ruminansia, beternak hewan ruminansia.
5.
Untuk memahami
teknik pembuatan konstrat pakan ternak ruminansia.
A.2. Manfaat
praktikum
Dengan melakukan praktikum kuliah kerja lapang (KKL) ini diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa dalam menambah wawasan keilmuan maupun
penerapannya terkait pakan ternak buatan (silase) bagi ternak ruminansia. Dari
aspek ilmiah hasil penelitian ini juga diharapkan menambah informasi tentang
kebutuhan nutrisi pada ternak ruminansia, dan tentunya yang akan memberikan
pengaruh secara ekonomis terhadap peternak hewan ruminansia.
B. Lokasi dan
waktu pelaksaaan
Praktikum
kuliah kerja lapang (KKL) Fisiologi Hewan dengan topik “ Pakan Ternak
Ruminansia “ ini dilaksanakan pada hari Sabtu 30 April 2016, pada pukul
07.00-11.00 WIB, bertempat di peternakan Bapak Mujahidin Ahmad, M.Sc yang
beralamatkan di Jl.Pelabuhan Tanjuk Perak RT. 01 RW. 01 Kelurahan Bakalan
Krajan Kecamatan Sukun Kabupaten Malang.
Hasil wawancara dan pengamatan
C.1. Hasil wawancara
1.
Berapa masa
ketahanan penyimpanan silase yang dibutuhkan sebagai pakan ternak ruminansia ?
Silase bisa
tahan sampai satu tahun kalau masih dalam kondisi anaerob, jika silase sudah
pernah dibuka dalam wadahnya (silo) sebaiknya silase diberikan saat itu juga
sebagai pakan ternak, karena untuk menaggulangi tumbuhnya jamur/bakteri pada
silase tersebut yang dapat menyababkan keracunan pada ternak.
2.
Apa yang
dimaksud dengan silase?
Silase
adalah awetan segar hijauan pakan yang telah melewati proses insilase
(fermentasi) dalam suasana asam dan anaerob (proses tanpa udara/oksigen).
3.
Apa ciri-ciri
silase yang baik?
Silase
yang baik memiliki ciri berwarna hijau kekuningan; pH 3,8-4,2; tekstur lembut;
bila dikepal tidak mengeluarkan; KA 60-70%; baunya wangi.
4.
Bagaimana
proses pembuatan silase?
Silase
dibuat dengan melalui proses, yakni : 1. Pelayuan hijauan; 2. Pemecahan
hijauan; 3. Dihamparkan diatas plastic; 4. Diberi zat aditif 4-10% dari berat
serat hijauan; 5. Dimasukkan ke dalam plastic dan dipadatkan kemudian didiamkan
selama 3 minggu; 6. Pemanenan, setelah 3 minggu dapat dibuka dan diberikan pada
ternak sesuai dengan kebutuhan. Namun sebaiknya sebelum diberikan pada ternak,
silase diangin-anginkan terlebih dahulu hingga bau asamnya hilang dan diberikan
sedikit demi edikit hingga ternak mau mangkonsumsi.
5.
Apa saja komposisi bahan yang digunakan dalam
pembuatan silase pada praktikum KKL ini?
Untuk
komposisi bahan yang digunakan dalam
pembuatan silase ini yakni polar sebanyak 5 kg, dedek sebanyak 5 kg, tetes tebu
sebanyak 250 ml, Lactobacilus plantarum sebanyak 1 tutup botol, Em 4
sebanyak 1 tutup botol dan Rumput sebanyak 100 kg.
6.
Apa tujuan
dibuatnya silase?
Pembuatan
silase bertujuan untuk mempertahankan kualitas nutrisi hijauan dan
memperpanjang masa simpan, sehingga dapat diberikan pada musim kemarau/paceklik;
2. Untuk menampung kelebihan produksi hijauan pakan ternak/ memanfaatkan
hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tapi belum digunakan; 3. Mendayagunakan
hasil sisa pertanian atau hasil ikutan pertanian.
7.
Apa saja zat
aditif yang digunakan dalam pembuatan silase?
Biasanya
zat aditif yang dapat digunakan seperti tetes tebu, dedak, onggok, jagung,
bekatul dll.
8.
Apa tujuan
pemecahan dari hijauan?
Pemecahan dari
hijauan ini bertujuan untuk memudahkan pemadatan di silo.
9.
Bagaimana TDN
dari silase dibanding pakan segar?
TDN dari
pakan segar hanya kurang dari 10%, sedangkan TDN dari silase lebih tinggi.
10. Apakah silase boleh diberikan setiap hari pada ternak?
Boleh,
karena silase memiliki daya cerna yang tinggi dan teksturnya lebih empuk
dibandingkan dengan pakan segar.
11. Apakah pakan konsentrat boleh diberikan setiap hari pada ternak?
Tidak
boleh, karena konsentrat memilki kandungan serat yang rendah. Terlebih pada
sapi perah, akan menurunkan kualitas susu.
12. Apa yang dilakukan pada ternak yang belum pernah diberikan silase?
Jangan
diberi silase secara langsung melainkan harus secara bertahap. diselingi dengan pakan segar agar ternak
dapat beradaptasi.
13. Apakah silase menghilangkan kandungan selulosa pada hijauan?
Tidak,
karena silase hanya merombak selulosa dan lignin menjadi rantai yang lebih
pendek sehingga mempermudah bakteri pencernaan untuk mencerna hijauan tersebut.
14. Apakah hijauan yang digunakan silase hanya berasal dari 1 jenis?
Tidak,
hijauan yang dipakai dapat bermacam jenis tergantung kualitas. Satu jenis
hijauan lebih mudah diolah dan diukur kandungan gizinya. Yang paling penting
hijauan jangan disemprot dengan pestisda.
15. Apa silase dapat digunakan sebagai starter silase yang baru?
Bisa, namun harus
tetap diukur kualitas silase yang baru tersebut.
16. Mengapa dalam pembuatan silase harus disimpan terlebih dahulu
selama 3 minggu?
Karena
penyimpanan tersebut sesuai dengan penelitian dirjen peternakan dalam
menghasilkan silase
C.2. Pembahasan
Berdasarkaan
hasil wawancara di peternakan Bapak Mujahidin Ahmad M. Si dapat diketahui bahwa
silase adalah awetan segar hijauan pakan yang telah melewati proses insilase
(fermentasi) dalam suasana asam dan anaerob (proses tanpa udara/oksigen). Menurut
Ensminger (1990) silase adalah suatu hasil pengawetan dari
suatu bahan dalam suasana asam dalam kondisi anaerob. McDonald et al (1991) menambahkan bahwa silase merupakan bahan pakan yang diproduksi
secara fermentasi, yaitu dengan cara pencapaian kondisi anaerob.
Menurut
Hanafi (2008) menyatakan bahwa Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan,
hasil samping pertanian atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan
dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu.
Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada
bahan silase.
Tempat penyimpanan silase disebut silo. Hal ini sesuai dengan Kartasudjana (2001) yang menyatakan bahwa tempat penyimpanan silase disebut silo. Silo bisa berbentuk horisontal ataupun vertical.
Pada peternakan skala besar, silo biasanya permanen. Bisa berbahan logam
berbentuk silinder ataupun lubang dalam
tanah (kolam beton). Tetapi silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari
plastik. Prinsipnya, silo memungkinkan untuk memberikan kondisi anaerob pada bahan
agar terjadi proses fermentasi.
Berdasarkan
hasil praktikum ini diketahui pembuatan silase bertujuan untuk mempertahankan
kualitas nutrisi hijauan dan memperpanjang masa simpan, sehingga dapat
diberikan pada musim kemarau/paceklik; 2. Untuk menampung kelebihan produksi
hijauan pakan ternak/ memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tapi
belum digunakan; 3. Mendayagunakan hasil sisa pertanian atau hasil ikutan
pertanian.
Menurut Sapienza dan Bolsen (1993) menyatakan bahwa teknologi silase
adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat
kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya
relatif manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan
dengan kandungan bahan kering 30 – 35%. Yitbarek (2014) menyatakan bahwa
pengawetan hijauan sepeti silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan
kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat
memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari
ketersediaan pakan dan kualitasnya.
Parakkasi (1999) menambahkan bahwa pembuatan silase bertujuan untuk
mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk
dimanfaatkan pada masa mendatang. Silase dibuat jika produksi hijauan dalam
jumlah yang banyak atau pada fase pertumbuhan hijauan dengan kandungan zat
makanan optimum. Dibandingkan pengawetan dengan pembuatan hay, pembuatan silase
lebih mempunyai keunggulan karena kurang tergantung pada kondisi cuaca harian.
Keunggulan pakan
yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan proses
pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan serta
mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi
mikroorganisme pada rumen (perut) sapi (Syarief,
2003).
Berdasarkan
hasil praktikum ini diketahui silase tidak menghilangkan kandungan selulosa
pada hijauan, karena silase hanya merombak selulosa dan lignin menjadi rantai
yang lebih pendek sehingga mempermudah bakteri pencernaan untuk mencerna
hijauan tersebut. Hijauan yang dapat dipakai untuk membuat silase
bermacam-macam jenisnya tergantung kualitas. Untuk Satu jenis hijauan lebih
mudah diolah dan diukur kandungan gizinya. Yang paling penting hijauan jangan
disemprot dengan pestisda.
Menurut Kartasudjana
(2001) menyatakan bahwa bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan atau
bagian bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti
rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas dan
lain-lain. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah
65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering
menyebabkan terbentuknya jamur . Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu
silo dan meningkatkan resiko kebakaran.
Berdasarkan
hasil praktikum ini diketahui silase dibuat dengan melalui proses, yakni : 1.
Pelayuan hijauan; 2. Pemecahan hijauan, pemecahan ini bertujuan untuk
memudahkan pemadatan di silo.; 3. Dihamparkan diatas plastic; 4. Diberi zat
aditif 4-10% dari berat serat hijauan; 5. Dimasukkan ke dalam plastik dan
dipadatkan kemudian didiamkan selama 3 minggu; 6. Pemanenan, setelah 3 minggu
dapat dibuka dan diberikan pada ternak sesuai dengan kebutuhan.
Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas
empat fase : (1) fase aerob; (2) fase fermentasi; (3) fase stabil dan (4) fase
pengeluaran untuk diberikan kepada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri khas
yang sebaiknya diketahui agar kualitas hijauan sejak dipanen, pengisian ke
dalam silo, penyimpanan dan periode pemberian pada ternak dapat dipelihara
dengan baik agar tidak terjadi penurunan kualitas hijauan tersebut (Sapienza
dan Bolsen, 1993).Keberhasilan pembuatan
silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain
bahan kering, kandunganm gula bahan juga merupakan faktor penting bagi
perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (Siregar,
1996).
Proses pembuatan silase
(ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase
diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam
laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator
adalah untuk menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase,
membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase, menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan
untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder, 1997).
Selama proses
fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet
sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam
laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat
dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan
fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam laktat
(BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam
laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan
asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai
probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak
dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat badan
pada sapi (Ridwan, 2005).
Pembuatan
silase perlu ditambahkan bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan
derajat keasaman optimal. Bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk
melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase
harus dalam suasana asam dan secara anaerob (Siregar, 1996). Tidak tumbuhnya
jamur dalam proses pembuatan silase ini sangat penting untuk dipertahankan
karena pH pertumbuhan optimum jamur adalah 4,0-6,5 (Syarief et al,. 2003)
Untuk komposisi bahan yang
digunakan dalam pembuatan silase ini
yakni polar sebanyak 5 kg, dedek sebanyak 5 kg, tetes tebu sebanyak 250 ml, Lactobacilus
plantarum sebanyak 1 tutup botol, Em 4 sebanyak 1 tutup botol dan Rumput
sebanyak 100 kg. Dalam pembuatan silase harus disimpan terlebih dahulu selama 3
minggu ini Karena penyimpanan tersebut sesuai dengan penelitian dirjen
peternakan dalam menghasilkan silase dan silase dapat digunakan sebagai starter
silase yang baru, namun harus tetap diukur kualitas silase yang baru tersebut.
Berdasarkan
hasil praktikum ini diketahui silase bisa tahan sampai satu tahun kalau masih
dalam kondisi anaerob, jika silase sudah pernah dibuka dalam wadahnya (silo)
sebaiknya silase diberikan saat itu juga sebagai pakan ternak, karena untuk
menaggulangi tumbuhnya jamur/bakteri pada silase tersebut yang dapat
menyababkan keracunan pada ternak. zat aditif yang digunakan dalam pembuatan
silase seperti tetes tebu, dedak, onggok, jagung, bekatul dll. Silase yang baik
memiliki ciri berwarna hijau kekuningan; pH 3,8-4,2; tekstur lembut; bila
dikepal tidak mengeluarkan; KA 60-70%; baunya wangi.
Silase yang baik
biasanya berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang berbunga),
pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan
ukuran yang memungkinkannya untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat
(tercapainya kondisi anaerob secepatnya) dan tidak sering dibuka.
Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk. Silase hijauan
yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan, dipegang terasa lembut dan empuk
tetapi tidak basah (berlendir). Silase yang baik juga tidak menggumpal dan
tidak berjamur. Kadar keasamanya (pH) apabila dilakukan analisa lebih lanjut
adalah 3,2-4,5. Silase yang berjamur, warna kehitaman, berair dan aroma tidak
sedap adalah silase yang mempunyai kualitas rendah (Rukmana, 2005).
Menurut Parakkasi (1999) menyatakan bahwa Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk. Silase
hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan. Apabila dipegang terasa
lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir) . Silase yang baik juga tidak
menggumpal dan tidak berjamur. Bila dilakukan analisa lebih lanjut, kadar
keasamanya (pH) 3,5-4,2.
Menurut Ratnakomala (2006) menyatakan bahwa kerusakan silase diperhitungkan sebagai
persentase dari silase yang rusak dibandingkan dengan jumlah keseluruhan silase
dalam satu silo. Silase yang mengalami kerusakan dapat terlihat dari tekstur
silase yang rapuh berwarna coklat kehitaman dan berbau busuk serta banyak ditumbuhi
jamur. Pada umumnya kerusakan terjadi pada permukaan dekat penutup silo.
Menurut Ensminger (1990) menyatakan bahwa pembuatan silse dedak
dapat menghambat ketengikan minyak karena hidrolisisnya oleh enzim. Penelitian
baru-baru ini menunjukan penambahan air sampai mencapai sekitar 50% bahan
kering ke dalam dedak dan disimpan dalam keadaan tertutup rapat, dapat
menghambat ketengikan selama penyimpanan dua minggu sehingga kadar asam lemak
bebas kurang dari 20%
Pembuatan silase tersebut membutuhkan beberapa peralatan dan
bahan-bahan. Alat-alat yang digunakan untuk membuat silase adalah alat
pencacah rumput (copper), timbangan,
drum besar kapasitas 100kg dan tali pengikat. Selain itu, ada beberapa zat
aditif yang ditambahkan dalam pembuatan pakan tersebut. Zat aditif tersebut
diantaranya molase, bekatul, onggok, dsb. Menurut Ridwan, dkk. (2005)
menyatakan zat aditif dari sumber karbohidrat yang dapat dimanfaatkan
diantaranya adalah dedak padi, molase, sumber pati, pulp kulit jeruk dan
bungkil kelapa.
Tujuan pemberian zat aditif tersebut adalah untuk memacu
terbentuknya suasana asam, bahan aditif berupa karbohidrat yang mudah di cerna.
Menurut Ridwan, dkk. (2005), bakteri asam laktat secara alami ada di tanaman
s€hingga dapat secara otomatis berperan pada saat fermentasi, tetapi untuk
mengoptimumkan fase ensilase dianjurkan untuk melakukan penambahan aditif
seperti inokulum bakteri asam laktat dan aditif lainnya untuk menjamin
berlangsungnya fermentasi asam lakat yang sempuma. Inokulum bakteri asam laktat
merupakan aditif yang populer di antara aditif lainnya seperti asaq enzim dan
sumber karbohidrat. Bahkan inokulum silase ini dapat juga berpeluang sebagai
probiotik karena sifatya yang masih dapat bertahan hidup sampai bagian lambung
uama dari rumiuunsia yaitu rumen.
Berdasarkan hasil praktikum ini diketahui silase boleh diberikan
setiap hari pada ternak, karena silase memiliki daya cerna yang tinggi dan
teksturnya lebih empuk dibandingkan dengan pakan segar. pada ternak yang belum
pernah diberikan silase, jangan diberi silase secara langsung melainkan harus
secara bertahap. diselingi dengan pakan
segar agar ternak dapat beradaptasi. Sedangkan untuk pakan konsentrat tidak
boleh diberikan setiap hari pada ternak, karena konsentrat memilki kandungan serat
yang rendah. Terlebih pada sapi perah, akan menurunkan kualitas susu.
Menurut Rukmana (2005) menyatakan bahwa silase bisa digunakan sebagai salah
satu atau satu satunya pakan kasar dalam ransum sapi potong . Pemberian pada sapi perah sebaiknya dibatasi
tidak lebih 2/3 dari jumlah pakan kasar.
Silase juga merupakan pakan yang bagus bagi domba tetapi tidak bagus
untuk kuda. Silase merupakan pakan yang disukai ternak terutama bila cuaca panas.
Pakan ternak ruminansia yang juga sering digunakan adalah
konsentrat. Namun, pemberian konsentrat ini tidak bisa diberikan setiap hari
karena kandungan seratnya yang rendah. Berbeda dengan silase yang dapat
diberikan pada ternak setiap harinya. Menurut Koddang (2014) menyatakan bahwa
penambahan konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu usaha untuk mencukupi
kebutuhan zat-zat makanan, sehingga akan diperoleh produksi yang tinggi. Selain
itu dengan penggunaan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna bahan kering
ransum, pertambahan bobot badan serta efisien dalam penggunaan ransum.
Koddang (2014) menambahkan bahwa pemanfaatan konsentrat atau limbah
pertanian yang mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi dapat diberi
perlakuan dalam bentuk fisik, kimia, maupun secara biologi, bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel, melonggarkan ikatan sellulosa, hemisellulosa,
lignin, merubah struktur kristal selulosa serta meningkatkan palatabilitas dan
kecernaan bahan pakan.
C.
Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kuliah kerja lapang (KKL) ini adalah:
1.
Lingkungan yang
sesuai untuk ternak ruminansia adalah tempat dengan temperatur udara berkisar antara
21.11°C-37.77°C dengan kelembaban relatif 55-100 persen.
2.
Kebutuhan gizi
yang dibutuhkan oleh hewan ruminansia yakni berupa hijauan segar yang masi
banyak mengandung air ataupun serat, namun bisa dibuatkan makanan fermentasi
seperti silase yang banyak mengandung serat dan gizi yang tetap utuh. Cara
pemenuhanya yakni diberikan secara teratur yaitu pagi dan sore dan penambahan
suplemen penafsu makaaan.
3.
Macam-macam
pakan ruminansia bisa berupa hijauan segar (rumput) ataupun makan fermentasi
(silase), syarat yang diperlukan untuk pakan ruminansia yang baik yakni yang
mengandung serat tinggi karena hewan ruminansia sanagat membutuhkanya sebagai
proses pertumbuhan dan perolehan gizi yang cukup.
4.
Proses
pembuatan silase antara lain: Proses pembuatan
silase, antara lain: 1. pelayuan hijauan; 2. pemecahan hijauan; 3. dihamparkan
diatas plastic; 4. diberi zat aditif 4-10% dari berat serat hijauan; 5.
dimasukkan ke dalam plastic dan dipadatkan kemudian didiamkan selama 3 minggu;
6. pemanenan, setelah 3 minggu dapat dibuka dan diberikan pada ternak sesuai
dengan kebutuhan.
5.
Penambahan konsentrat dalam ransum ternak merupakan suatu
usaha untuk mencukupi kebutuhan zat-zat makanan, sehingga akan diperoleh
produksi yang tinggi. Selain itu dengan penggunaan konsentrat dapat
meningkatkan daya cerna bahan kering ransum, pertambahan bobot badan serta
efisien dalam penggunaan ransum.
D.
Daftar pustaka
Ensminger, M. E., I. E. Oldfield and W. W. Heinemann.
1990. Feeds and Nutrition. 2nd Ed. California: The Ensminger Publishing Company,.
Hanafi, ND. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Universitas Sumatera Utara: Unsu Press
Kartasudjana, D.
2001. Mengawetkan Hijauan Pakan
Ternak. Modul Keahlian Budidaya Ternak. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Koddang, Muh. Y.A. 2008. Pengaruh
Tingkat Pemberian Konsentrat Terhadap Daya Cerna Bahan Kering dan Protein Kasar
Ransum pada Sapi Bali Jantan yang Mendapatkan Rumput Raja (Pennisetum
purpurephoides) Ad-Libitum. Jurnal Agroland. Volume 15. Nomor 4
Mc Donald, P., A. R. Henderson and S. J. E.
Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd Ed. Britain: Chalcombe Publication
Parakkasi, A. 1999. Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminant.
Jakarta: UI Press
Ratnakomala,shanti. 2006. Pengaruh
Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL2 terhadap Kualitas Silase
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Biodiversitas.
Vol.7.no.2.
Ridwan, R. dkk. 2005. Pengaruh
Penambahan Dedak Padi dan Lactobacillus planlarum
lBL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum). Media Percetakan. Volume 28. Nomor 3
lBL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum). Media Percetakan. Volume 28. Nomor 3
Rukmana, R. 2005. Budi
Daya Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Yogyakarta: Kanisius
Sapienza, D. A dan K. K. Bolsen. 1993. Teknologi
Silase. Terjemahan : Martoyoedo RBS.
Pioner-Hi-Berd International. England : Inc. Kansas State University
Schroeder, J.W. and C.S.Park. 1997. Using a
total mixed ration for dairy cows. USA: North Dakota States University
Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya
Syarief, R., La E., dan C.C. Nurwitri.
2003. Mikotoksin Bahan Pangan. Bogor: IPB Press
Yitbarek, Melkamu Bezabih and Birhan
Tamir. 2014. Silage Additives: Review. Open Journal of Applied Sciences.
Volume 4. No. 1
0 comments