PERANAN SERANGGA (LABA-LABA) DALAM EKOSISTEM
MAKALAH EKOLOGI HEWAN
PERANAN SERANGGA (LABA-LABA) DALAM EKOSISTEM
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Ekologi Hewan
Dosen Pengampu:
Dwi Suheriyanto, MP
Disusun oleh :
Ario Miftahul H (13620025)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN
TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peranan Serangga (Laba-Laba) dalam Ekosistem” tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas akhir persyaratan matakuliah
Ekologi Hewan.
Selama penulisan makalah ini berlangsung, tidak lepas dari bimbingan serta dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ucapan terima kasih
kepada:
1.
Dr. H. Ahmad
Barizi, M.A selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang,
2.
Dwi Suheriyanto, MP selaku Dosen Pengampu mata kuliah Ekologi Hewan yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing dan mengajar kami,
3.
Semua pihak
atas dukungan, bantuan, serta kerjasamanya
hingga terselesaikannya karya tulis ini.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan pembahasan tentang peranan serangga dalam ekosistem, khususnya peranan
laba-laba dalam lingkungan Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang serta
bagaimana keadaan lingkungan tersebut dalam menjamin kelangsungan hidup
laba-laba. Semoga makalah ini ada manfaatnya
bagi pembaca dan penulis khususnya. Amin.
Malang, 04 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN
Cover.....................................................................................................................
-
Kata
Pengantar....................................................................................................
i
Daftar
Isi..............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah.........................................................................................
1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Serangga.........................................................................................................
3
2.2 Keseimbangan Ekosistem.............................................................................
5
2.3 Peranan Serangga Dalam Ekosistem..........................................................
6
2.4 Konservasi Serangga.....................................................................................
9
2.5 Laba-Laba.....................................................................................................
10
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan....................................................................................................
14
3.2
Saran..............................................................................................................
14
Daftar
Pustaka....................................................................................................
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang
mempelajari serangga. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yakni
“entomon” yang berarti serangga dan
“logos” berarti ilmu pengetahuan. Akan tetapi, arti ini seringkali diperluas
untuk mencakup ilmu yang mempelajari Arthropoda, khususnya laba-laba (Arachnida
atau Arachnoidea), serta luwing (Millepoda dan Centipoda). Dimasukannya
Arthropoda lain sebagai bagian yang dibahas pada Entomologi karena ada
hubungan evolusioner/filogenetis dalam konteks pembahasan taksomis dengan
serangga. Selain itu dalam konteks fungsional Arthropoda lain berperan sebagai
pemangsa dan pesaing bagi serangga. Melalui entomologi kita akan diajak
memgenal serangga lebih jauh. Sebagai disiplin ilmu yang sudah berkembang pesat
entomologi kini dapat dibagi menjadi dua cabang ilmu yaitu Entomologi Dasar dan
Entomologi Terapan.
Serangga merupakan kelompok hewan yang paling dominan di muka bumi,
yaitu dengan jumlah spesies hampir 80% dari jumlah total hewan di bumi. Total
dari 751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di
Indonesia (Kalshoven 1981). dan sebanyak 1.413.000 spesies telah dikenal serta
hampir setiap tahunnya terjadi penambahan spesies baru yang ditemukan (Borror,1998).
Serangga pada umumnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi
ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran suatu
serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak akan mencapai
suatu keseimbangan. Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya adalah sebagai
polinator, dekomposer, predator (pengendali hayati), parasitoid (pengendali
hayati), hingga sebagai bioindikator bagi suatu ekosisitem. Pada makalah ini
akan di bahas lebih dalam terkait peranan serangga tersebut dalam ekosistem
khususnya laba-laba.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang
digunakan adalah:
1. Bagaimana peranan serangga terhadap ekosistem lingkungan?
2. Bagaimana kedudukan serangga terhadap keseimbangan ekosistem?
3. Bagaimana peranan laba-laba dalam ekosistem?
4. Bagaimana kondisi lingkungan di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik
Ibrahim sebagai tempat hidup laba-laba?
1.3 Tujuan
Tujuan yang diharapkan adalah:
1.Untuk mengetahui
peranan serangga terhadap ekosistem lingkungan.
2.Untuk mengetahui
kedudukan serangga terhadap keseimbangan ekosistem.
3. Untuk mengetahui peranan laba-laba dalam ekosistem.
4. Untuk mengetahui kondisi lingkungan di Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik
Ibrahim sebagai tempat hidup
laba-laba.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Serangga
Serangga (Insecta) adalah kelompok utama dari hewan beruas
(Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang), yang dalam bahasa Yunani
disebut Hexapoda. Banyak anggota hewan ini sering kita jumpai disekitar kita,
misalnya kupu-kupu, nyamuk, lalat, lebah, semut, capung, jangkrik, belalang,dan
lebah. Insecta dapat hidup di berbagai habitat, yaitu air tawar, laut dan
darat. Hewan ini merupakan satu-satunya kelompok invertebrata yang dapat
terbang. Insecta ada yang hidup bebas dan ada yang sebagai parasit.
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat
tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di
bumi. Serangga merupakan hewan yang beraneka ragam. Serangga merupakan kelompok
hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen dari
jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan serangga, sekitar
250.000 spesies terdapat di Indonesia (Kalshoven, 1981).
Sebanyak 1.413.000 spesies serangga telah dikenal serta hampir
setiap tahunnya terjadi penambahan spesies baru yang ditemukan. Alasan ini yang
menyebabkan serangga berhasil dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada
habitat yang bervariasi, kapasitas dalam bereproduksi yang tinggi, serta
kemampuan memakan jenis makanan yang berbeda dan dalam mengindari predator
(Borror,1998).
Serangga sangat mudah hidup evolusi sayap mereka dan mekanisme makan yang
bervariasi. Mekanisme makan berkisar dari bagian-bagian mulut untuk menggigit
seperti terlihat pada belalang sampai ke
bagian-bagian mulut penghisap yang memungkinkannya untuk memakan getah tanaman
dan darah dari sejumlah hewan (Darmawan, 2007). Serangga sangat mudah dijumpai
disegala tempat, karenanya hewan ini disebut sebagai hewan kosmopolit yang
berarti hewan yang terdapat di berbagai tempat. Keberadaan serangga yang sangat
mudah beradaptasi dengan lingkungan membuatnya mampu hidup di segala tempat.
Hal ini mengakibatkan populasi dari serangga sangat cepat untuk berkembang
biak.
Serangga memiliki pembagian daur hidup yang unik dan berbeda dengan
hewan yang lain. Mereka membagi daur hidupnya dalam beberapa tahap, yakni
telur, larva, kepompong, sampai tahap dewasa. Selain itu serangga juga memiliki
keragaman paling tinggi di dunia. Variasi jenis dan kemelimpahan tentunya
tergantung beberapa faktor seperti iklim, ketinggian, dan habitat. Kemelimpahan
dan diversitas serangga merupakan suatu indikator kesehatan pada berbagai tipe
habitat.
Serangga dipelajari secara khusus pada cabang ilmu biologi yang disebut
entomologi. Serangga termasuk dalam filum arthropoda. Arthropoda berasal dari
bahasa yunani arthro yang artinya ruas dan poda berarti kaki,
jadi arthropoda adalah kelompok hewan yang mempunyai ciri utama kaki
beruas-ruas. Meyer (2003) membagi filum arthropoda menjadi tiga sub filum,
yaitu (Suheriyanto, 2008):
1. Sub filum Trilobita
Trilobata merupakan arthropoda yang hidup di laut, yang ada sekitar 245
juta tahun yang lalu. Anggota sub filum trilobita sangat sedikit yang
diketahui, karena pada umumnya ditemukan dalam bentuk fosil.
2. Sub filum Chelicerata
Anggota sub filum chelicerata merupakan hewan predator yang mempunyai
selicerae dengan kelenjar racun. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
laba-laba, tungau, kalajengking, dan kepiting.
3. Sub filum Mandibulata
Kelompok ini mempunyai mandibel dan maksila di bagian
mulutnya. Yang termasuk kelompok mandibulata adalah crustacea, myriapoda, dan
insekta (serangga). Salah satu kelompok mandibulata, yaitu kelas crustacea yang
telah beradaptasi dengan kehidupan laut dan populasinya tersebar di seluruh
lautan. Anggota kelas myriapoda adalah miliapedes dan centipedes yang
beradaptasi dengan kehidupan darat.
Serangga mempunyai ciri khas, yaitu jumlah kakinya
enam (heksapoda), sehingga kelompok hewan dengan ciri tersebut
dimasukkan ke dalam kelas heksapoda. Selain itu, serangga juga mempunyai
ciri-ciri memiliki tubuh yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, toraks,
dan abdomen, bertubuh simetri bilateral, mempunyai sepasang sungut, dengan
sayap 1-2 pasang, mempunyai rangka luar (eksoskeleton), memiliki system
peredaran darah terbuka, dan ekskresinya menggunakan buluh malphigi, serta
bernafas dengan insang, trakea, dan spirakel (Suheriyanto, 2008).
2.2
Keseimbangan Ekosistem
Keseimbangan ekosistem adalah suatu kondisi dimana adanya suatu
interaksi antar komponen di dalamnya yang berlangsung secara harmonis dan
seimbang baik dari komponen biotik (makhluk hidup) maupun komponen abiotik
(makhluk tidak hidup). Keseimbangan ekosistem yang ada sangat berpengaruh pada
stabilnya kelangsungan hidup antar makluk satu dengan yang lain. Ekosistem
dapat tetap seimbang jika jumlah produsen lebih besar dari konsumen tingkat I,
konsumen tingkat I lebih banyak dari konsumen tingkat II dan seterusnya.
Seiring dengan makin majunya teknologi yang ada, banyak sekali
faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan bahkan kerusakan ekosistem. Tanpa
diikuti informasi yang jelas tentang manfaat yang ada dari keseimbangan
ekosistem bagi manusia dan lingkungan, tentu tidak ada upaya yang dilakukan
untuk menjaga ekosistem tersebut. Tanpa diikuti informasi yang jelas tentang
manfaat yang ada dari terciptanya suatu keseimbangan ekosistem bagi manusia dan
lingkungan, tentu saja manusia akan terus berbuat semena-mena terhadap
ekosistem yang ada. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan ekosistem
tidak seimbang, baik faktor alami dari alam maupun faktor perusak dari manusia.
Penyebab terganggunya keseimbangan ekosistem atau lingkungan secara
umum dibagi ke dalam dua faktor, yaitu:
1. Bencana alam. Misalnya terjadi banjir, gempa bumi, gunung yang meletus,
bencana tsunami, dan masih banyak lagi lainnya. Bencana yang terjadi secara
alamiah ini akan memicu kacaunya keseimbangan ekosistem yang berdampak pada
terganggunya interaksi komponen-komponen di dalam ekosistem tersebut.
2. Ulah manunsia. Tindakan yang dilakukan oleh manusia bisa memicu
terganggunya keseimbangan di dalam lingkungan ekosistem. Disengaja atau tidak,
dewasa ini ternyata manusialah faktor terbesar terjadinya kerusakan
keseimbangan ekosistem yang ada. Beberapa contohnya adalah:
a.
Perburuan tikus
di sawah
Walaupun dinilai sepele, menurunkan
populasi tikus dengan cara membunuhnya akan merusak tatanan ekosistem yang ada.
Dengan berkurangnya populasi tikus sebagai makanan dari ular, akan
mengakibatkan menurunnya populasi ular yang mati akibat kelaparan, dan
berkurang pula pemangsa ditingkat atasnya. Dimana seperti yang diketahui, semua
dalam ekosistem adalah saling berkaitan.
b.
Penebangan
hutan
Tanpa memikirkan dampak panjang dari
penebangan hutan, manusia berbondong-bondong mengambil keuntungan dari
penebangan hutan. Mereka tidak menyadari akibat yang muncul dari kegundulan
hutan seperti tanah longsor, berkurangnya pasokan air tanah, berkurangnya
daerah resapan air dan berkurangnya oksigen di bumi.
c. Pencemaran lingkungan
Banyak sekali
jenis pencemaran lingkungan, diantaranya adalah pencemaran lingkungan seperti
membuang sampah di sungai akan menyebabkan penyumbatan aliran sungai dan menyebabkan
banjir. Kemudian pencemaran udara berupa gas emisi karbon akan mengakibatkan
bocornya lapisan ozon yang melindungi kita dari sinar matahari.
Semua kegiatan tersebut di atas, dalam batas waktu tertentu akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem yang berujung pada sistem
kehidupan organisme termasuk manusia yang juga akan ikut terganggu. Kepunahan
yang terjadi dalam suatu spesies dan populasi, kerusakan alam, terjadinya
keanehan ekosistem, merupakan beberapa dampak dari terganggunya keseimbangan
ekosistem terhadap makhluk hidup.
2.3
Peranan Serangga Dalam Ekosistem
Serangga pada umumnya mempunyai peranan yang sangat penting bagi
ekosistem, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa kehadiran suatu
serangga, maka kehidupan suatu ekosistem akan terganggu dan tidak akan mencapai
suatu keseimbangan. Di dalam suatu ekosistem baik yang alami maupun buatan,
serangga dapat mempunyai peranan penting antara lain Idham (1994):
1.
Polinator
Secara umum serangga tidak berperan langsung pada proses polinasi,
serangga hanya bertujuan memperoleh nektar dari bunga yaitu sebagai sumber
makanannya. Namun dalam hal ini serangga memiliki peran yang sangat penting.
Secara tidak sengaja polen atau serbuk sari menempel dan terbawa pada tubuh
serangga hingga polen tersebut menempel pada kepala putik bunga lain dan
terjadilah proses polinasi. Williams (2002) menjelaskan bahwa Lebah atau
serangga jenis lain secara tidak sengaja membawa pollen dari satu bunga ke
bunga lainnya, sehingga sangat membantu proses polinasi.
2.
Dekomposer
Kelompok serangga ini berperan penting dalam proses dekomposisi
atau penguraian bahan-bahan organik di alam. Jenis serangga yang paling
menonjol peranannya adalah serangga pengurai kayu. Contoh rayap dan beberapa
jenis bubuk kayu. Sayangnya serangga ini juga sering menyerang kepentingan
manusia seperti memakan kayu-kayu bangunan, furniture atau memakan setek batang
yang ditanam. Kelompok lainnya yang juga penting peranannya adalah serangga
pemakan kotoran hewan terutama kotoran sapi dan kerbau serta kelompok pengurai
serasah. Yang termasuk kelompok pemakan kotoran hewan yaitu sejenis kumbang
dari famili Scarabaeidae yang hidup di tanah. Sedangkan beberapa contoh
serangga pengurai serasah yang penting adalah serangga-serangga kecil dari ordo
Collembola, Diplura dan Protura. Kelompok pengurai serasah hidup di permukaan
tanah. Kelompok serangga ini dapat berperan penting dalam mempertahankan
kesuburan tanah (Idham, 1994).
3.
Predator
Kelompok serangga ini hidup dengan cara memakan serangga lain baik
sebagian maupun seluruhnya. Perbedaan antara predator dan parasitoid terletak
pada cara hidup dan cara memakan serangga lain tersebut. Predator umunya aktif
dan mempunyai tubuh yang lebih besar dan lebih kuat dari serangga mangsanya,
walaupun ada predator yang bersikap menunggu seperti belalang sembah. Predator
berperan penting sebagai agen pengendali alami di dalam ekosistem. Pada
ekosistem buatan umumya kehidupan kelompok serangga ini sering terganggu oleh
campur tangan manusia dalam kegiatan budi daya tanaman, terutama dalam
penggunaan pestisida (Idham, 1994).
Seperti yang dilaporkan oleh Marheni (2003) bahwa, wereng batang
coklat mempunyai banyak musuh alami di alam terutama predator.
Predator–predator tersebut cocok untuk pengendalian wereng batang coklat karena
kemampuannya memangsa spesies lain (polyfag) sehingga ketersediaannya di
alam tetap terjaga walaupun pada saat populasi wereng tersebut rendah atau di
luar musim tanam. Dari uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa
serangga-serangga predator sangat membantu atau berperan penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem.
4.
Parasitoid
Serangga parasitoid adalah serangga yang berperan sebagai parasit
serangga lain yang merugikan manusia atau ternak. Spalangia endius dan S.
nigroaenea serta Pacchyrepoideus vindemiae merupakan parasitoid yang
menyerang pupa lalat rumah dan lalat kandang untuk kehidupan larva dan pupanya,
sedangkan dewasanya hidup bebas (Koesharto, 1995). Pada kehidupan parasitoid
secara umum makanannya berupa nektar dan haemolim inang. Haemolim inang
digunakan dalam pembentukan dan pematangan telur sedangkan nektar diperlukan
sejak awal sebagai sumber energi. Parasitoid yang termasuk dalam ordo
Hymenoptera tidak dapat menembus kulit puparium. Cairan hemolom diperoleh dari
rembesan yang keluar waktu menusukan ovipositor ke dalam pupa lalat (Stireman,
et al., 2006).
5.
Penyerbuk
Serangga penyerbuk berperan penting dalam proses produksi
tumbuh-tumbuhan berbunga, terutama tumbuhan berumah dua. Banyak diantara
parasitoid dari golongan tabuhan yang imagonya juga berperan sebagai serangga
penyerbuk. Oleh karena itu, kalau serangga mati karena terkena pestisida
sebenarnya kerugian kita tidak hanya sekedar hilangnya musuh alami, tetapi juga
kehilangan sebagian serangga penyerbuk. Contoh serangga penyerbuk yaitu lebah
madu, berbagai jenis tawon dan kupu-kupu (Idham, 1994).
6.
Bioindikator
Serangga merupakan hewan yang sangat sensitif/responsif terhadap
perubahan atau tekanan pada suatu ekosisitem dimana ia hidup. Penggunaan
serangga sebagai bioindikator kondisi lingkungan atau eksosisitem yang
ditempatinya telah lama dilakukan. Jenis serangga ini mulai banyak diteliti
karena bermanfaat untuk mengetahui kondisi kesehatan suatu ekosistem. Serangga
akuatik selama ini paling banyak digunakan untuk mengetahui kondisi pencemaran
air pada suatu daerah.
Di dalam ekosistem serangga berperan sebagai konsumen dan dapat
menempati tingkat trofik kedua, ketiga, dan keempat. Penempatan tingkat trofik
serangga ini berdasarkan pada jenis dan makanan serangga. Pada serangga pemakan
tumbuhan berada pada tingkat trofik kedua. Serangga yang masuk kelompok ini
berperan sebagai konsumen pertama dan disebut herbivora. Serangga juga dapat
menempati tingkat trofik ketiga, dimana pada kelompok ini berperan sebagai
konsumen kedua yang memakan hewan, disebut sebagai karnivora. Sedangkan pada
tingkat trofik keempat ditempati oleh karnivora lain yang memakan karnivora
pertama, pada kelompok ini berupa predator atau parasitoid (Suheriyanto, 2008).
Selain memiliki peranan yang positif, dalam kehidupan manusia
sebagian serangga juga berdampak negatif, antara lain (Kartasapoetra, 1993) :
1.
Sebagai hama
pertanian
Serangga juga dapat sebagai perusak tanaman seperti wereng cokelat
yang dapat merusak tanaman padi. Serangga tersebut juga memiliki kekebalan
terhadap pestisida karena memiliki kemampuan berubah pada genetiknya. Serangga
hama ada yang menimbulkan kerusakan secara langsung atau memakan langsung
tanaman, ada juga yang sifatnya sebagai vektor virus.
2.
Sebagai
penyebar penyakit
Lalat rumah dianggap mengganggu karena suka hinggap di
tempat-tempat yang lembab dan kotor. Selain hinggap, lalat juga menghisap
bahan-bahan kotor dan memuntahkan kembali dari mulutnya ketika hinggap di
tempat berbeda seperti pada makanan dan minuman. Tempat yang dihinggapi lalat
akan tercemar oleh mikroorganisme atau bahkan virus yang dibawa oleh lalat
tersebut. Oleh karena itu lalat dianggap sebagai penyebar berbagai penyakit
kepada manusia maupun hewan.
3.
Sebagai perusak
bangunan
Serangga jenis rayap selama ini dikenal sebagai perusak bangunan
maupun bagian bangunan atau peralatan yang berbahan dasar kayu. Hal itu erat
terkait dengan kemampuan makannya yang sangat cepat. Rayap menyerang bangunan
karena adanya sumber makanan yang dibutuhkan yang terdapat pada kayu-kayu
penyusun bangunan.
2.4
Konservasi Serangga
Hubungan serangga dengan keseimbangan ekosistem sangatlah
berkaitan. Sebagai bagian terbesar dari semua spesies di bumi, serangga menjadi
poin penting upaya pelestarian ekologi. Tanpa konservasi, serangga bisa
mengalami ledakan hama yang dapat mengganggu dalam bidang pertanian. Oleh
karenanya perlu dilakukan upaya agar populasi serangga tetap dalam jumlah yang
terkontrol. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem, perlu dilakukan konservasi
serangga baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga jumlah
populasinya tetap terjaga.
Beberapa
tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga populasi serangga dan keseimbangan
ekosistem adalah:
1.
Pengendalian
serangga hama secara hayati
Dalam pelaksanaan pengelolaan serangga hama, keseimbangan populasi
alami adalah sangat penting untuk diperhatikan. Pengendalian serangga hama
secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami seperti parasit,
predator dan penyakit serangga yang dapat mengelola keseimbangan populasi
serangga hama secara alami.
2.
Konservasi
serangga
Keberadaan serangga pada suatu tempat dapat menjadi indikator
biodiversitas dan kesehatan ekosistem. Untuk dapat mewujudkan konservasi
serangga, salah satunya dengan menggalakkan hutan konservasi dan pengelolaan
hama yang dapat juga digunakan sebagai sumber suatu penelitian.
3.
Wisata serangga
Dewasa ini sudah banyak kita temui wisata serangga. Salah satu
serangga yang sering dijadikan sebagai wahana wisata adalah serangga jenis
lebah madu yang banyak dibudidayakan.
2.5 Laba-Laba
2.5. 1 Deskripsi
Laba-Laba
Laba-laba,
atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak
bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke
dalam ordo Araneae; dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan— dimasukkan ke dalam kelas Arachnida.
Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi. Laba-laba merupakan
hewan pemangsa (karnivora),
bahkan kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150
spesies dari suku Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu
menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau mangsanya. Meski
demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya sekitar 200 spesies yang
gigitannya dapat membahayakan manusia.
Tidak
semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan
benang sutera, yakni helaian serat protein yang tipis namun kuat-- dari kelenjar
(disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat
sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu
tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain.
2.5.2 Klasifikasi
Laba-Laba
Ordo
: Araneae
Genus : Salcitus
Spesies : Salcitus
sp
2.5. 3 Keragaman Jenis
Hingga sekarang, sekitar 40.000 spesies laba-laba telah dipertelakan, dan
digolong-golongkan ke dalam 111 suku. Akan tetapi mengingat bahwa hewan ini
begitu beragam, banyak di antaranya yang bertubuh amat kecil, seringkali
tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum
terdeskripsi dengan baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-laba
seluruhnya dapat mencapai 200.000 spesies.
Ordo laba-laba ini
selanjutnya terbagi atas tiga golongan besar pada aras subordo, yakni:
Mesothelae, yang merupakan laba-laba primitif tak berbisa, dengan ruas-ruas
tubuh yang nampak jelas; memperlihatkan hubungan kekerabatan yang lebih dekat
dengan leluhurnya yakni artropoda beruas-ruas.
Mygalomorphae atau Orthognatha, yalah kelompok laba-laba yang membuat liang
persembunyian, dan juga yang membuat lubang jebakan di tanah. Banyak jenisnya
yang bertubuh besar, seperti tarantula dan juga lancah maung.
· Araneomorphae
adalah kelompok laba-laba ‘modern’. Kebanyakan laba-laba yang kita temui
termasuk ke dalam subordo ini, mengingat bahwa anggotanya terdiri dari 95 suku
dan mencakup kurang lebih 94% dari jumlah spesies laba-laba. Taring dari
kelompok ini mengarah agak miring ke depan (dan bukan tegak seperti pada
kelompok tarantula) dan digerakkan berlawanan arah seperti capit dalam
menggigit mangsanya.
2.5.4 Cara hidup dan habitat
Cara hidup Arthropoda
sangat beragam, ada yang hidup bebas, parasit, komensal, atau
simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai kelompok hewan ini, misalnya
nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung, belalang, dan lebah. Habitat
penyebaran Arthropoda sangat luas.Ada yang di laut, periran tawar, gurun pasir,
dan padang rumput.
2.5. 5 Peranan
Laba-Laba dalam Ekosistem
Laba-laba adalah
pemangsa hewan-hewan kecil, terutama serangga. Di dalam rumah, hewan ini
memangsa tungau, lalat, nyamuk, jangkrik, dan serangga pengganggu lainnya.
Bahkan, di beberapa negara bagian Amerika Serikat, keberadaan laba-laba di
dalam rumah tidak hanya ditolerir tetapi malah dianjurkan untuk membantu
pengendalian serangga pengganggu. Di sawah, hewan ini memakan anak dan bahkan
dewasa wereng dan hama lain. Para ahli hama tanaman telah mengakui potensi
hewan ini dalam pengendalian hayati serangga hama tanaman pertanian dan
hortikultura.
Laba-laba merupakan kelompok hewan darat yang besar.
Artinya, jumlah spesiesnya banyak. Saat ini sudah dikenal sekitar 35.000
spesies laba-laba, dan rata-rata setiap bulan satu spesies baru ditemukan.
Dalam hal jumlah spesies, di antara hewan darat hanya serangga yang bisa
mengalahkannya. Laba-laba mempunyai wakil di semua benua, kecuali Antarktika,
dan menghuni semua relung ekologi di darat, bahkan ada pula yang di air. Selain
tersebar luas, jumlah individunya pun bisa sangat berlimpah apabila kondisi
lingkungannya mendukung. Pernah ada yang menghitung, di tanah seluas satu acre
(0,4646 ha) bisa ditemukan sampai 2.265.000 ekor laba-laba.
Dengan jumlah spesies dan individu yang begitu besar,
laba-laba merupakan komponen penting ekosistem dan memegang peranan penting
dalam ekonomi alam. Sebagai pemangsa serangga dan hewan kecil lain, laba-laba memiliki
andil besar dalam mengendalikan populasi hewan yang berbiak sangat cepat tadi.
Pada gilirannya, laba-laba jadi makanan hewan lain, seperti tabuhan.
2.5.6 Lingkungan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Kondisi lingkungan di UIN Maliki Malang yang sering terjadi
pembangunan membuat jumlah tumbuhanya semakin berkurang, apalagi tanah-tanahnya
sekarang sudah berubabah menjadi paving dengan alasan mempermudah akses
kendaraan. Akan tetapi jumlah tumbuhan yang minim ini tidak mebuat jumlah
populasi laba-laba menurun. Lingkungan area kampus ini masih menjadi tempat
yang ideal bagi tempat hidup laba-laba.
Hal
ini dikarenakan laba-laba merupakan serangga yang mudah sekali dan dapat hidup
di banyak tempat di bumi ini. Berdasarkan survei penulis laba-laba masih banyak
di lingkungan kampus. Di sekitar fakultas sains dan teknologi sendiri laba-laba
mudah sekali ditemui.
2.5.7 Solusi
Kondisi lingkungan yang cukup baik ini harus kita jaga dan
tingkatkan lagi sehingga dapat menjadi tempat yang ideal bagi kehidupan
serangga mulai dengan penghijauan dan mempertahankan rerumputan agar tidak
diganti terlalu banyak dengan paving. Selain itu dengan cara membatasi
jumlah kendaraan bermotor agar tidak setiap hari menambah polusi udara di
lingkungan kampus. Karena laba-laba cenderung menyukai tempat yang sunyi.
Tanaman yang menghasilkan bunga juga perlu ditanam lebih banyak untuk menarik
perhatian serangga. Perlu adanya penyaring (filter) untuk sungai di depan
rektorat dan pembersihan rutin agar sampah tidak menumpuk di lingkungan kampus.
Terakhir tentu kesadaran dari individu masing-masing untuk menjaga kelestarian
lingkungan dengan misalnya membuang sampah pada tempatnya.
BAB III
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1. Serangga memegang peranan penting dalam suatu ekosistem
lingkungan, baik peranan yang menguntungkan maupun merugikan bagi kehidupan
manusia. Dengan penanganan yang sesuai dan terkendali, kehadiran serangga
sangatlah bermanfaat bagi lingkungan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2. Kedudukan serangga dalam keseimbangan ekosistem menempati posisi
yang sangat penting. Serangga memiliki. Dengan jumlah populasi yang sangat
banyak jika dibandingkan dengan hewan yang lain. Sehingga serangga sangatlah
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem yang ada di lingkungan.
3. Laba-laba sebagai pemangsa serangga dan
hewan kecil lainnya (pengendali hayati).
4. kondisi lingkungan di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim sebagai tempat hidup laba-laba cukup baik, dengan masih mudahnya
laba-laba untuk ditemukan.
5.2
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait peranan Laba-Laba dan
kondisis ekosistem di lingkungan kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Boror, D.J., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga, Edisi Keenam. Penerjemah: Soetiyono Partosoedjono. Yogyakarta:
UGM Press
Darmawan, H. 2007. Studi Komunitas Ordo Orthoptera Tanah Di Kawasan
Suaka Margasatwa Paliyan, Gunungkidul. (Undergraduate thesis, Duta Wacana
Christian University, 2007)
Galante, E., and Gracia, A.M., 2001. Decomposer Insect. South
African Journal of Sciences Vol.75. No.1. Page: 257-260
Hendro
Darmodjo, Kaligis, J R E. 2012. Prosiding Seminar Nasional Biologi XV.
Universitas Lampung: Perhimpunan Biologi Indonesia.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop Indonesia. Direvisi dan
ditranslate oleh P.A van der Laan. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Koesharto, F.X. 1995. Masa Pertumbuhan Arthropoda Parasitoid
(Hymenoptera:Pteromaldae) dari Kotoran Peternakan Unggas dan Sapi. Vol.2.
No.2. Halaman: .65-67
Lutz,F.E. 1935. Book Of Insects. New York: G.P.Putnam’s
Sons.
Marheni. 2003. Kemampuan Beberapa Predator pada Pengendalian Wereng Batang
Coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Jurnal Natur Indonesia Vol.6.
No.2. Halaman: 84-86
Santoso, M. B. 2007. Predator
Musuh Alami yang Berguna. Jakarta: Erlangga
Shahabuddin, Hidayat,P., Noerdjito,W.A., and Manuwoto, S., 2005. Penelitian
Tentang Keanekaragaman Hayati Serangga di Indonesia: Kumbang Kotoran (Coleoptera:
Scarabaeidae) dan Perannya Dalam Ekosistem. Vol. 6. Nomo. 2.halaman: 141-146
Stireman, J.O., Nason, J.D., Heard, S.B., and Seehawer, J.M., 2006.
Cascading Host-Associated Genetic Differentiation in Parasitoids of
Phytophagous Insects. Proc. R. Soc. B. Vol. 273. Nomo. 1.halaman: 523–530
Suheriyanto, Dwi. 2008. Ekologi Serangga. Malang: UIN Press
Williams, I.H. 2002. Insect Pollination and Crop Production: A European
Perspective. IN: Kevan P & Imperatriz Fonseca VL (eds) – Pollinating Bees –
The Conservation Link Between Agriculture and Nature – Ministry of Environment
/ Brasília.p.59-65
0 comments